Berita dari
Anas bin Malik r.a mengatakan, “Abu Dzar pernah bercerita, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : Pada suatu waktu ketika aku berada di Mekah,
tiba-tiba atap rumahku dibuka orang. Maka turunlah Jibril, lalu dibedahnya
dadaku, kemudian dibersihkannya dengan air zamzam. Sesudah itu dibawanya sebuah
bejana emas penuh hikmat dan iman, lalu dituangkan kedadaku, dan sesudah itu
dadaku dipertautkan kembali.
Lalu Jibril
Alaihis salam membawaku naik ke langit. Ketika Jibril Alaihis salam meminta
agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya, “Siapakah engkau?” Dijawabnya,
“Jibril”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis
salam menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia
telah diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”.
Lalu dibukakan pintu kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Adam Alaihis
salam, beliau menyambutku serta mendoakan aku dengan kebaikan.
Seterusnya aku
dibawa naik ke langit kedua. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan
pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”.
Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam
menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah
diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan.” Pintu pun
dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Isa bin Mariam dan Yahya bin
Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi
naik langit ketiga. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan pintu.
Kedengaran suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”. Jibril
Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam
menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah
diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”. Pintu pun
dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis salam
ternyata dia telah dikurniakan sebahagian dari keindahan. Dia terus menyambut
aku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi
naik ke langit keempat. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran
suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”. Jibril Alaihis
salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam menjawab,
“Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah diutuskan?”
Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”. Pintu pun dibukakan
kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Idris Alaihis salam dia terus
menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi
naik ke langit kelima. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan pintu.
Kedengaran suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”. Jibril
Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam
menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah
diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”. Pintu pun
dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihis salam dia
terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi
naik ke langit keenam. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan pintu.
Kedengaran suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”. Jibril
Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam
menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah
diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”. Pintu pun
dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Musa Alaihis salam dia
terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi
naik ke langit ketujuh. Jibril Alaihis salam meminta supaya dibukakan.
Kedengaran suara bertanya lagi, “Siapakah engkau?” Dijawabnya, “Jibril”. Jibril
Alaihis salam ditanya lagi, “Siapakah bersamamu?” Jibril Alaihis salam
menjawab, “Muhammad”. Jibril Alaihis salam ditanya lagi, “Adakah dia telah
diutuskan?” Jibril Alaihis salam menjawab, “Ya, dia telah diutuskan”. Pintu pun
dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihis salam dia
sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari
memuatkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar mereka tidak kembali lagi
kepadanya.
Kemudian aku
dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar umpama telinga gajah manakala
buahnya pula sebesar tempayan. Baginda bersabda, Ketika baginda merayau-rayau
meninjau kejadian Allah Subhanahu wa Ta’ala, baginda dapati kesemuanya
aneh-aneh. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan
keindahannya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan wahyu kepada baginda
dengan mewajibkan sembahyang lima puluh waktu sehari semalam. Tatakala baginda
turun dan bertemu Nabi Musa Alaihis salam, dia bertanya: Apakah yang telah
difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Baginda bersabda: Sembahyang lima puluh
waktu.
Nabi Musa
Alaihis salam berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan kerana
umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencuba Bani Israel dan
memberitahu mereka. Baginda bersabda: Baginda kemudiannya kembali kepada Tuhan
dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku. Lalu Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengurangkan lima waktu sembahyang dari baginda. Baginda
kembali kepada Nabi Musa Alaihis salam dan berkata: Allah telah mengurangkan
lima waktu sembahyang dariku. Nabi Musa Alaihis salam berkata: Umatmu masih
tidak mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan
lagi. Baginda bersabda: Baginda tak henti-henti berulang-alik antara Tuhan dan
Nabi Musa Alaihis salam, sehinggalah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman Yang
bermaksud: Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan hanyalah lima waktu sehari
semalam.
Setiap
sembahyang fardu diganjarkan dengan sepuluh ganjaran. Oleh yang demikian,
bererti lima waktu sembahyang fardu sama dengan lima puluh sembahyang fardu.
Begitu juga sesiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak
melakukanya, nescaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia
melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya sesiapa yang
berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, nescaya tidak sesuatu
pun dicatat baginya. Seandainya dia melakukannya, maka dicatat sebagai satu
kejahatan baginya. Baginda turun hingga sampai kepada Nabi Musa Alaihis salam,
lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih lagi berkata: Kembalilah kepada
Tuhanmu, mintalah keringanan. Baginda menyahut: Aku terlalu banyak berulang
alik kepada Tuhan, sehingga menyebabkan aku malu kepada-Nya. Kemudian Jibril
membawaku hingga ke Sidratul Muntaha. Tempat mana ditutup dengan aneka warna
yang aku tak tau warna-warna apa namanya. Sesudah itu aku dibawa masuk ke dalam
surga, dimana didalamnya terdapat mutiara bersusun-susun sedang buminya
bagaikan kasturi. (HR. Al-Bukhari)
Perintah Shalat
Berdasarkan Al-Quran
Banyak
ayat-ayat al-quran yang memerintahkan manusia untuk mendirikan shalat, salah
satu di antaranya, "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah
beserta orang-orang yang rukuk. (43)
Mengapa kamu suruh
orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu
sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (44)
Dan mintalah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (45)
(yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya." (46)
(QS. Al-Baqarah
: 43-46)
"Wahai
anakku, dirikanlah shalat dan perintahkanlah (kepada manusia) untuk mengerjakan
yang makruf dan cegahlah (mereka) dari berbuat mungkar. Dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk urusan-urusan yang
penting (diwajibkan oleh Allah)"
(QS. Luqman :
17)
"Hai
orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar" (QS. Al
Baqarah : 153)
"Peliharalah
semua shalat dan shalat wusthaa. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan
khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 238)
“Bacalah kitab
(Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah
yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Ankabut :
45)
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaha : 132)
Peringatan Bagi
Orang yang Meninggalkan Shalat
"Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturut-kan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian."
(QS. Maryam : 59)
"Celakalah
bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam
shalatnya." (QS. Al-Ma'un: 4-5)
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya' (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Yang menghilangkan pembatas) antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, beliau menilai sebagai hadits Hasan shahih)
“Perjanjian (yang membedakan) antara kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barang siapa yang sengaja meninggalkannya maka ia telah kafir.” (HR. Ahmad)
“....Barang siapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah:
5)
Pada suatu
hari, Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
berbicara tentang shalat, sabda beliau:
berbicara tentang shalat, sabda beliau:
“Barangsiapa menjaga shalatnya maka shalat tersebut akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari Kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak menjaga shalatnya, maka dia tidak akan memiliki cahaya, tidak pula bukti serta tidak akan selamat. Kemudian pada hari Kiamat nanti dia akan (dikumpulkan) bersama-sama dengan Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay Ibnu Khalaf.” (HR. Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban, hadits shahih)
Keutamaan Shalat
Abdullah bin
Umar -radhiallahu anhu- berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun atas lima pondasi: Yaitu persaksian bahwa tidak ada sembahan (yang berhak disembah) melainkan Allah, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa ramadhan.” (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
Dari Ibnu Umar
-radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sembahan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 21)
Dari Abu
Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya. Rabb kita Jalla wa ‘Azza berfirman kepada para malaikat-Nya -padahal Dia lebih mengetahui-, “Periksalah shalat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?” Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya.” Selanjutnya semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.” (HR. Abu Daud no. 964, At-Tirmizi no. 413, An-Nasai no. 461-463, dan Ibnu Majah no. 1425. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2571)
Berdasarkan dalil-dalil di atas keutamaan shalat antara lain ialah :
- Shalat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan amalan yang paling utama dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala.
- Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menjadikannya sebagai penjaga darah dan harta, sehingga kapan seseorang meninggalkannya maka darah dan hartanya akan terancam.
- Karena sangat pentingnya shalat ini, sampai-sampai shalat menjadi amalan pertama yang hamba akan dihisab pada hari kiamat. Di dalam hadits Ibnu Mas’ud secara marfu’ disebutkan :
“Amalan pertama yang dengannya seorang hamba dihisab adalah shalat dan sesuatu pertama yang diputuskan di antara para manusia adalah mengenai darah.” (HR. An-Nasai no. 3926 dan selainnya)
Maksudnya,
amalan yang berhubungan antara hamba dengan Allah, maka yang pertama kali
dihisab darinya adalah shalat. Sementara amalan berhubungan antara makhluk
dengan makhluk lainnya, maka yang pertama kali dihisab adalah dalam masalah
darah.
Hadits Abu Hurairah di atas juga menunjukkan keutamaan shalat sunnah secara khusus, bahwa dia dijadikan sebagai penyempurna dari kekurangan yang terjadi dalam shalat wajib, baik kekurangan dari sisi pelaksanaan zhahir maupun kekurangan dari sisi batin dan roh shalat tersebut, yaitu kekhusyuan.
Wallahu a’lam Sumber
Hikmah Shalat
Shalat Ditinjau
dari segi fisik (kesehatan) :
Shalat
mengandung hikmah secara moral seperti diuraikan diatas, juga mengandung hikmah
secara fisik terutama yang menyangkut masalah kesehatan.
Hikmah shalat
menurut tinjauan kesehatan ini dijelaskan oleh DR. A. SABOE yang mengemukakan pendapat
ahli-ahli (sarjana) kedokteran yang termasyhur terutama di barat. Mereka
berpendapat sebagai berikut :
a) Bersedekap,
meletakkan telapak tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri merupakan
istirahat yang paling sempurna bagi kedua tangan sebab sendi-sendi, otot-otot
kedua tangan berada dalam posisi istirahat penuh. Sikap seperti ini akan
memudahkan aliran darah mengalir kembali ke jantung , serta memproduksi getah
bening dan air jaringan dari kedua persendian tangan akan menjadi lebih baik sehingga
gerakan di dalam persendian akan menjadi lebih lancar. Hal ini akan menghindari
timbulnya bermacam-macam penyakit persendian seperti rheumatik. Sebagai contoh,
orang yang mengalami patah tangan, terkilir maka tangan/lengan penderita
tersebut oleh dokter akan dilipatkan diatas dada ataupun perut dengan
mempergunakan mitella yang disangkutkan di leher.
b) Ruku’, yaitu
membungkukkan badan dan meletakkan telapak tangan diatas lutut sehingga
punggung sejajar merupakan suatu garis lurus. Sikap yang demikian ini akan
mencegah timbulnya penyakit yang berhubungan dengan ruas tulang belakang, ruas
tulang pungung, ruas tulang leher, ruas tulang pinggang, dsb.
c) Sujud, sikap
ini menyebabkan semua otot-otot bagian atas akan bergerak. Hal ini bukan saja
menyebabkan otot-otot menjadi besar dan kuat, tetapi peredaran urat-urat darah
sebagai pembuluh nadi dan pembuluh darah serta limpa akan menjadi lancar di
tubuh kita. Dengan sikap sujud ini maka dinding dari urat-urat nadi yang berada
di otak dapat dilatih dengan membiasakan untuk menerima aliran darah yang lebih
banyak dari biasanya, karena otak (kepala) kita pada waktu itu terletak di
bawah. Latihan semacam ini akan dapat menghindarkan kita mati mendadak dengan
sebab tekanan darah yang menyebabkan pecahnya urat nadi bagian otak dikarenakan
amarah, emosi yang berlebihan, terkejut dan sebagainya yang sekonyong-konyong
lebih banyak darah yang di pompakan ke urat-urat nadi otak yang dapat
menyebabkan pecahnya urat-urat nadi otak, terutama bila dinding urat-urat nadi
tersebut telah menjadi sempit, keras, dan rapuh karena dimakan usia.
d) Duduk
Iftrasy (duduk antara dua sujud & tahiyat awal), posisi duduk seperti ini
menyebabkan tumit menekan otot-otot pangkal paha , hal ini mengakibatkan
pangkal paha terpijit. Pijitan tersebut dapat menghindarkan atau menyembuhkan
penyakit saraf pangkal paha (neuralgia) yang menyebabkan tidak dapat berjalan.
Disamping itu urat nadi dan pembuluh darah balik di sekitar pangkal paha dapat
terurut dan tirpijit sehingga aliran darah terutama yang mengalir kembali ke
jantung dapat mengalir dengan lancar. Hal ini dapat menghindarkan dari pengakit
bawasir.
e) Duduk
tawaruk (tahiyat akhir), duduk seperti ini dapat menghindarkan penyakit bawasir
yang sering dialami wanita yang hamil. Kemudian duduk tawaruk ini juga dapat
untuk mempermudah buang air kecil.
f) Salam,
diakhiri dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini sangat berguna untuk
memperkuat otot-otot leher dan kuduk, selain itu dapat pula untuk menghindarkan
penyakit kepala dan kuduk kaku.
Dari penjelasan
diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa shalat disamping merupakan ibadah yang
wajib dan istimewa ternyata juga mengandung manfaat yang sangat besar bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia. Sumber (Oleh : Fajar Adi Kusumo)
Waktu Shalat Berdasarkan Al-Qur'an
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya
bagi kaum mukminin.” (QS. An-Nisa`: 103)
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam
dan (dirikan pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh
malaikat.” (QS. Al-Isra`: 78)
Shalat dianggap sah
dikerjakan apabila telah masuk waktunya. Dan shalat yang dikerjakan pada
waktunya ini memiliki keutamaan sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ
أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Aku pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” “Kemudian amalan apa?” tanya Ibnu Mas`ud. “Berbuat baik kepada kedua orangtua,” jawab beliau. “Kemudian amal apa?” tanya Ibnu Mas’ud lagi. “Jihad fi sabilillah,” jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 527 dan Muslim no. 248)
Ada beberapa hadits yang
merangkum penyebutan waktu-waktu shalat. Di antaranya hadits Abdullah bin ‘Amr
ibnul ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ وَقْتِ الصَّلَوَاتِ، فَقَالَ: وَقْتُ صَلاَةِ الْفَجْرِ مَا لَمْ يَطْلُعْ قَرْنُ الشَّمْسِ الْأَوَّلِ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ عَنْ بَطْنِ السَّمَاءِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَيَسْقُطْ قَرْنُهَا الْأَوَّلُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ يَسْقُطِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang waktu shalat (yang lima), beliau pun menjawab, “Waktu shalat fajar adalah selama belum terbit sisi matahari yang awal. Waktu shalat zhuhur apabila matahari telah tergelincir dari perut (bagian tengah) langit selama belum datang waktu Ashar. Waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelam) sisinya yang awal. Waktu shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq1. Dan waktu shalat isya adalah sampai tengah malam.” (HR. Muslim no. 1388)
[Shalat Zhuhur]
Secara bahasa
Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu matahari
bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat).
Shalat zhuhur
adalah shalat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Shalat zhuhur
disebut juga shalat Al Uulaa (الأُوْلَى) karena shalat
yang pertama kali dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersama
Jibril ‘Alaihis salam. Disebut juga shalat Al Hijriyah (الحِجْرِيَةُ) (Berdasarkan hadits riwayat Al Bukhori No. 541)
Awal Waktu Shalat
Zhuhur
Awal waktu zhuhur
adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju arah
tenggelamnya (barat). Hal ini merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin,
dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ……..
“Waktu Shalat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘Ashar……….” (HR. Muslim No. 612)
Akhir Waktu Shalat
Zhuhur
Para ulama
bersilisih pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang lebih tepat
dan ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama adalah hingga panjang
bayang-bayang seseorang semisal dengan tingginya (masuknya waktu ‘ashar). Dalil
pendapat ini adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam dari
sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu di atas.
Catatan :
Waktu shalat
zhuhur dapat diketahui dengan menghitung waktu yaitu dengan menghitung waktu
antara terbitnya matahari hingga tenggelamnya maka waktu zhuhur dapat diketahui
dengan membagi duanya.
Disunnahkan
Hukumnya Menyegerakan Shalat Zhuhur di Awal Waktunya
Hal ini
berdasarkan hadits Jabir bin Samuroh rodhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى الظُّهْرَ إِذَا دَحَضَتِ الشَّمْسُ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam biasa mengerjakan shalat zhuhur ketika matahari telah tergelincir” (HR. Muslim No. 618)
Disunnahkan
Hukumnya Mengakhirkan Shalat Zhuhur Jika Sangat Panas
Hal ini
berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اشْتَدَّ الْبَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ ، وَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ
“Nabi Shallallahu
‘alaihi was sallam biasanya jika keadaan sangat dingin beliau menyegerakan shalat
dan jika keadaan sangat panas/terik beliau mengakhirkan shalat” (HR. Bukhori
No. 906 dan Muslim No. 615)
Batasan dingin berbeda-beda sesuai keadaan selama tidak terlalu panjang hingga
mendekati waktu akhir shalat.
[Shalat ‘Ashar]
‘Ashar secara
bahasa diartikan sebagai waktu sore hingga matahari memerah yaitu akhir dari
dalam sehari.
Shalat ‘ashar
adalah shalat ketika telah masuk waktu ‘ashar, shalat ‘ashar ini juga disebut shalat
wustha (الوُسْطَى).
Awal Waktu Shalat
‘Ashar
Jika panjang
bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur
ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ…….
“Waktu Shalat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘ashar dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR. Muslim No. 612)
Akhir Waktu Shalat
‘Ashar
Hadits-hadits
tentang masalah akhir waktu ‘ashar seolah-olah terlihat saling bertentangan.
Dalam hadits
yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah rodhiyallahu ‘anhu ketika
Jibril ‘alihissalam menjadi imam bagi Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam,
جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ……مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ
“Jibril mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tergelincir ke arah tenggelamnya kemudian dia mengatakan, “Berdirilah wahai Muhammad kemudian shalat zhuhur lah. Kemudian ia diam hingga saat panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Jibril datang kemudian mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah shalat ‘ashar lah”. Kemudian ia diam hingga matahari tenggelam………….diantara dua waktu ini adalah dua waktu shalat seluruhnya” (HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I)
Dalam hadits
yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,
وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ
“Dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR. Muslim No. 612)
Hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa yang mendapati satu roka’at shalat ‘ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan shalat ‘ashar” (HR. Bukhori No. 579 dan Muslim No. 608)
Kompromi dalam
memahami ketiga hadits yang seolah-olah saling bertentangan ini adalah :
Hadits tentang shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan Jibril ‘Alaihissalam
dipahami sebagai penjelasan tentang akhir waktu terbaik dalam melaksanakan shalat
‘ashar. Adapun hadits ‘Abdullah bin ‘Amr dipahami sebagai penjelasan atas waktu
pelaksanaan shalat ‘ashar yang masih boleh. Sedangkan waktu hadits Abu Huroiroh
sebagai penjelasan tentang waktu pelaksanaan shalat ‘ashar jika terdesak
artinya makruh mengerjakan shalat ‘ashar pada waktu ini kecuali bagi orang yang
memiliki udzur maka mengerjakan shalat ‘ashar pada waktu itu hukumnya tidak
makruh. Allahu a’lam.
Disunnahkan Hukumnya
Menyegerakan Shalat ‘Ashar
Hal ini
berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan
dari Sahabat Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam sering melaksanakan shalat ‘ashar ketika matahari masih tinggi” (HR. Bukhori No. 550 dan Muslim No. 621)
Sunnah ini
lebih dikuatkan ketika mendung, hal ini berdasarkah hadits yang diriwayatkan
dari Sahabat Abul Mulaih rodhiyallahu ‘anhu. Dia mengatakan,
كُنَّا مَعَ بُرَيْدَةَ فِى غَزْوَةٍ فِى يَوْمٍ ذِى غَيْمٍ فَقَالَ بَكِّرُوا بِصَلاَةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Kami bersama Buraidah pada saat perang di hari yang mendung. Kemudian ia mengatakan, “Segerakanlah shalat ‘ashar karena Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘ashar maka amalnya telah batal” (HR. Bukhori No. 553)
Hadits ini juga
menunjukkan betapa bahayanya meninggalkan shalat ‘ashar.
[Shalat Maghrib]
Secara bahasa
maghrib berarti waktu dan arah tempat tenggelamnya matahari. Shalat maghrib
adalah shalat yang dilaksanakan pada waktu tenggelamnya matahari.
Awal Waktu Shalat Maghrib
Kaum Muslimin
sepakat awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari telah tenggelam hingga
matahari benar-benar tenggelam sempurna.
Akhir Waktu Shalat Maghrib
Para ulama
berselisih pendapat mengenai akhir waktu maghrib.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa waktu maghrib hanya merupakan satu waktu saja yaitu
sekadar waktu yang diperlukan orang yang akan shalat untuk bersuci, menutup
aurot, melakukan adzan, iqomah dan melaksanakan shalat maghrib. Pendapat ini
adalah pendapat Malikiyah, Al Auza’i dan Imam Syafi’i. Dalil pendapat ini adalah
hadits yang diriwayatkan dari Jabir ketika Jibril mengajarkan Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam shalat,
“Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tenggelam (sama dengan waktu ketika Jibril mengajarkan shalat kepada Nabi pada hari sebelumnya) kemudian dia mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah laksanakanlah shalat maghrib………..” (HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I)
Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika telah hilang sinar merah
ketika matahari tenggelam. Pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri,
Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Mahzab Hanafi serta sebahagian mazhab Syafi’i dan
inilah pendapat yang dinilai tepat oleh An Nawawi rohimahumullah.
Dalilnya adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,
“Waktu shalat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari tenggelam” (HR. Muslim No. 612)
Pendapat inilah
yang lebih tepat Allahu a’lam.
Disunnahkan
Menyegerakan Shalat Maghrib
Hal ini
berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari Sahabat
‘Uqbah bin ‘Amir rodhiyallahu ‘anhu,
“Umatku akan senantiasa dalam kebaikan (atau fithroh) selama mereka tidak mengakhirkan waktu shalat maghrib hingga munculnya bintang (di langit)” (HR. Abu Dawud No. 414 dll. dan dinilai shohih oleh Al Albani dalam Takhrij beliau untuk Sunan Ibnu Majah)
[Shalat ‘Isya’]
‘Isya’ adalah
sebuah nama untuk saat awal langit mulai gelap (setelah maghrib) hingga
sepertiga malam yang awal. Shalat ‘isya’ disebut demikian karena dikerjakan
pada waktu tersebut.
Awal Waktu Shalat ‘Isya’
Para ulama
sepakat bahwa awal waktu shalat ‘isya’ adalah jika telah hilang sinar merah di
langit.
Akhir Waktu Shalat ‘Isya’
Para ulama’
berselisih pendapat mengenai akhir waktu shalat ‘isya’.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah sepertiga malam. Ini
adalah pendapatnya Imam Syafi’i dalam al Qoul Jadid, Abu Hanifah dan pendapat
yang masyhur dalam mazhab Maliki. Dalilnya adalah hadits ketika Jibril
mengimami shalat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
“……Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam untuk melaksanakan shalat ‘isya’ ketika sepertiga malam yang pertama……” (HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I)
Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah setengah malam. Inilah
pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi
dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,
“Waktu shalat ‘isya’ adalah hingga setengah malam” (HR. Muslim No. 612)
Pendapat ketiga
mengatakan bahwa akhir waktu shalat ‘isya’ adalah ketika terbit fajar shodiq.
Inilah pendapatnya ‘Atho’, ‘Ikrimah, Dawud Adz Dzohiri, salah satu riwayat dari
Ibnu Abbas, Abu Huroiroh dan Ibnul Mundzir Rohimahumullah. Dalilnya
adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Qotadah rodhiyallahu ‘anhu,
“Hanyalah orang-orang yang terlalu menganggap remeh agama adalah orang yang tidak mengerjakan shalat hingga tiba waktu shalat lain” (HR. Muslim No. 681)
Pendapat yang
tepat menurut Syaukani dalam masalah ini adalah akhir waktu shalat ‘isya’ yang
terbaik adalah hingga setengah malam berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr
sedangkan batas waktu bolehnya mengerjakan shalat ‘isya’ adalah hingga terbit
fajar berdasarkan hadits Abu Qotadah. Sedangkan pendapat yang dinilai lebih
kuat menurut Penulis Shahih Fiqh Sunnah adalah setengah malam jika hadits Anas
adalah hadits yang tidak shahih.
Disunnahkan
Mengakhirkan Shalat ‘Isya’
Hal ini
berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
“Jika sekiranya tidak memberatkan ummatku maka akan aku perintah agar mereka mengakhirkan shalat ‘isya’ hingga sepertiga atau setengah malam” (HR. Tirmidzi No. 167, Ibnu Majah No. 691, dinyatakan shohih oleh Al Albani di Takhrij Sunan Tirmidzi)
Akan tetapi hal
ini tidak selalu dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, sebagaimana
dalam hadits yang lain,
“Terkadang (Nabi) menyegerakan shalat isya dan terkadang juga mengakhirkannya. Jika mereka telah terlihat terkumpul maka segerakanlah dan jika terlihat (lambat datang ke masjid)” (HR. Bukhori No. 560, Muslim No. 233)
Dimakruhkan
Tidur Sebelum Shalat ‘Isya’ dan Berbicara yang Tidak Perlu Setelahnya
Hal ini
berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
“Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membenci tidur sebelum shalat ‘isya’ dan melakukan pembicaraan yang tidak berguna setelahnya” (HR. BukhoriNo. 568, Muslim No. 237)
[Shalat Shubuh/Fajar]
Fajar secara
bahasa berarti cahaya putih. Shalat fajar disebut juga sebagai shalat shubuh
dan shalat ghodah.
Fajar ada dua
jenis yaitu fajar pertama (fajar kadzib) yang merupakan pancaran sinar putih
yang mencuat ka atas kemudian hilang dan setelah itu langit kembali gelap.
Fajar kedua
adalah fajar shodiq yang merupakan cahaya putih yang memanjang di arah ufuk,
cahaya ini akan terus menerus menjadi lebih terang hingga terbit matahari.
Awal Waktu Shalat Shubuh/Fajar
Para ulama
sepakat bahwa awal waktu shalat fajar dimulai sejak terbitnya fajar kedua/fajar
shodiq.
Akhir Waktu Shalat Shubuh/Fajar
Para ulama juga
sepakat bahwa akhir waktu shalat fajar dimulai sejak terbitnya matahari.
Disunnahkan
Menyegerakan Waktu Shalat Shubuh/Fajar Pada Saat Keadaan
Gholas (Gelap yang Bercampur Putih)
Jumhur ulama’
berpendapat lebih utama melaksanakan shalat fajar pada saat gholas dari pada
melaksanakannya ketika ishfar (cahaya putih telah semakin terang). Diantara
ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
Ishaq dan Abu Tsaur rohimahumullah. Diantara dalil mereka adalah hadits yang
diriwayatkan dari Anas bin Malik,
“Sesungguhnya Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berperang pada perang Khoibar, maka kami shalat ghodah (fajar) di Khoibar pada saat gholas” (HR. Bukhori No. 371, Muslim No. 1365)
Sumber Penulis: Aditya Budiman bin Usman
0 komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik adalah yang memberikan komentar walaupun hanya sedikit saja, semoga Allah menjadikan engkau orang-orang yang beruntung. Amiin :)